DAMPAK RADIASI GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK
Oleh: Budi Prasetya
Banyak fakta yang
muncul di berbagai daerah yang menyatakan bahwa keberadaan menara
telekomunikasi (tower) memiliki resistensi/daya tolak dari masyarakat,
yang disebabkan isu kesehatan (radiasi, anemia dll), isu keselamatan, hingga
isu pemerataan sosial.
Isu pertama yaitu isu
kesehatan berkenaan dengan
pancaran radiasi dari gelombang radio elektromagnetik dari transmitter pada
menara telekomunikasi. Hal ini semestinya perlu disosialisasikan ke masyarakat
bahwa kekhawatiran pertama (ancaman kesehatan) tidaklah terbukti. Radiasinya
jauh di bawah ambang batas toleransi yang ditetapkan WHO.
Isu kedua adalah isu
keselamatan, dimana masyarakat
dan binatang yang ada di area bawah tower beresiko tertimpa runtuhan tower
apabila tumbang. Hal ini menjadi perhatian pemerintah dan penyelenggara dengan
melakukan pengurusan Izin (IMB) terlebih dahulu dengan memperhitungkan resiko
tersebut. Biasanya tower dibangun pada area/lahan kosong yang pada radius
jatuhnya tower tidak ada penduduknya. Kalau tower dibangun di area pemukiman,
maka persyaratan pendirian tower harus terlebih dahulu diproses dan di penuhi,
seperti izin dari masyarakat sekitar (yang berada pada area radius tower) dan
jaminan keselamatan pemilik tower terhadap penduduk.
Isu yang ketiga
adalah isu keindahan dan keserasian tata ruang wilayah. Dengan semakin menjamurnya tower, maka kota-kota di Indonesia
cenderung berubah menjadi hutan-hutan tower yang membuat tata ruang kelihatan
tidak indah dilihat/semrawut.
Isu keempat adalah
banyaknya tower/menara telekomunikasi yang di dirikan tanpa izin dan atau
dengan memiliki izin palsu alias bodong.
Hal ini menyebabkan kerugian daerah atas hak PAD yang seharusnya diperoleh dari
biaya izin dan pajak.
A.
Dampak Menara Telekomunikasi Terhadap Kesehatan
Medan gelombang radio
elektromagnetik yang dipancarkan dari menara telekomunikasi mempunyai pengaruh
terhadap status kesehatan manusia baik fisik maupun psikis (Hardjono dan
Qadrijati, 2004). Beberapa penelitian menunjukkan:
1. Dampak Terhadap Binatang
Penelitian dengan
binatang kecil yang terpapar medan listrik sampai 100 kV/m menyatakan pengaruh
pada komponen sistem saraf pusat. Hasil dari penelitian perilaku mennyatakan
bahwa sistem saraf dapat dipengaruhi oleh medan listrik ELF (Soesanto, 1996).
Beberapa penelitian menunjukkan adanya pengaruh medan listrik atau medan magnet
terhadap fungsi reproduksi. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa selain
menghambat pertumbuhan dan meningkatkan jumlah kematian pada keturunan yang
dihasilkan, ternyata medan listrik juga menyebabkan produksi telur menurun
secara nyata (Yurnadi, 2000),
Gambar
1. BTS dan Hewan
Penelitian
menggunakan medan listrik statis memberikan pemajanan pada tikus jantan dan
terlihat bahwa pada tingkat pancaran 6 kV/10cm dan 7kV/10cm selama 1 jam per
hari, 30 hari terus menerus, menimbulkan penyusutan berat testis, kerusakan sel
tubulus seminiferus dan terjadinya kelainan kongenital pada anak seperti
mikroftalmia, bulu kasar di sekitar kepala, penyempitan gelang panggul dan
kelainan preputium like-testis (Mansyur, 1998), selain itu menghambat proses
spermatogenesis mencit (Qadrijati dan Puspita, 2007).
Berdasarkan
penelitian oleh Marino, et al. Tahun 1976 dalam Yunardi (2000), pancaran
gelombang elektromagnetik dapat menyebabkan, penurunan berat badan dan
meningkatnya laju kematian pada keturunan tikus kenaikan berat badan tikus
(Somer, 2004), penurunan jumlah telur dan berat testis pada tikus (Yunardi,
2000), peningkatan stres oksidatif pada telur ayam, burung laut, dan eritrosit
manusia (Torres-duran, et al., 2007). Hasil penelitian mengenai pengaruh medan
ELF pada kompetensi kekebalan pada binatang tampaknya negatif (Soesanto, 1996).
Tetapi di lain pihak
pancaran tunggal dari gelombang elektromagnetik frekuensi ekstrim rendah
(ELF-EMF) (60 Hz, 20 mT) dalam jangka waktu 2 jam dapat meningkatkan kadar
serum HDL-C, kandungan lipoperoksidase pada hati dan menurunkan kadar
kolesterol total pada hati (Torres-Durran, 2007). Tetapi penelitian Qadrijati
dan Indrayana (2008) menunjukkan bahwa pancaran gelombang elektromagnetik
frekuensi ekstrim rendah (ELF-EMF) (50 Hz, 2,4 mT) selama 2 jam dapat
memberikan pengaruh berupa penurunan kadar HDL-C dan kolesterol pada serum
tikus. Perubahan tebesar terjadi 24 jam setelah pancaran, meskipun secara uji
statistik tidak ada perbedaan bermakna. Mekanisme penurunan kadar kolesterol
dan HDL-C dimungkinkan akibat dari stres fisik yang diakibatkan pembentukkan
radikal bebas yang dapat merusak atau menurunkan aktivitas enzim metabolisme
lipid di hati, tetapi mekanisme secara pasti pengaruh elektromagnetik terhadap
metabolisme lipid masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
Pancaran radiasi
elektromagnet dalam jangka panjang berhubungan dengan terjadinya peningkatan
risiko kardiovaskuler akibat adanya peningkatan yang signifikan dari kolesterol
total dan kadar LDL-C (Low Density Lipoprotein-Cholesterol) (Israel et al.,
2007).
Penelitian terhadap
kelinci juga menunjukkan penurunan kadar asam lemak bebas dan trigliserida
(Bellosi, 1996. Harakawa, 2004). Pada penelitian lain yang juga kelinci
didapatkan bahwa kadar kolesterol dan trigliserida menurun secara signifikan
dan kadar HDL meningkat secara signifikan juga (Luo, 2004).
2. Dampak Terhadap Manusia
Hasil-hasil
penelitian yang ada hingga kini belum dapat disimpulkan dengan mantap karena
ada yang kontroversial bila menyangkut kesehatan masyarakat yang tingkat
pancarannya relatif tidak begitu tinggi dibandingkan dengan pancaran terhadap
tenaga kerja yang berhubungan langsung dengan sumber medan elektromagnetik
(Soesanto, 1996).
Energi yang
terkandung pada medan elektromagnetik terlebih pada frekuensi ekstrim rendah,
sebenarnya terlalu kecil untuk dapat menyebabkan efek biologi, akan tetapi
dengan adanya perbedaan radiosensitivitas berbagai sel yang membentuk jaringan
dan organ tubuh dan dihubungkan dengan dosis pajanan yang mungkin diterima
memungkinkan terjadinya gangguan yang tidak diinginkan (Mansyur, 1998).
Semula gangguan
kesehatan sebagai dampak radiasi medan elektromagnetik diketahui tahun 1972,
ketika para peneliti Uni Soviet melaporkan bahwa mereka yang bekerja dibawah
transmisi listrik tegangan tinggi menderita sakit dengan gejala yang
berhubungan dengan sistem saraf seperti sakit kepala, kelelahan dan gangguan
pola tidur. Namun, studi di lingkungan kerja memberikan hasil yang lebih
konsisten antara pemaparan medan elektromagnetik dengan efek kesehatan tertentu
seperti kanker, leukimia, tumor otak dan melanoma (Anies, 2003b).
Gambar
2. BTS dan Manusia
Pada tahun 1979,
Kouwenhoven dan kawan-kawan dari John Hopkins Hospital melakukan penelitian
pada 11 orang tenaga kerja yang bekerja selama 3,5 tahun pada sistem transmisi
345 kV. Dilaporkan bahwa tidak ditemukan gangguan kesehatan serta tidak
dijumpai adanya proses keganasan, namun dari hasil analisis sperma, ditemukan
penurunan jumlah sperma (Anies, 2003b).
Loboff menunjukkan
peningkatan sintesis DNA sebesar 2,5 x 10-5 dengan pemajanan medan
elektromagnetik 15 Tesla. Penelitian Cadossi, berupa peningkatan proliferasi
limfosit diduga sejalan dengan peningkatan sintesis DNA dan bila tidak
terkendali akan mengarah pada timbulnya keganasan (Anies, 2003b).
Penelitian pada
manusia menunjukkan peningkatan 2 kali faktor risiko terkena leukimia pada anak
yang terpajan medan elektromagnetik (Ahlbom, 2004), dan faktor risiko
terjadinya kanker payudara (Anies, 2003). Selain itu juga timbul gejala yang
tidak spesifik yaitu berupa gangguan tidur, tinitus, dan gangguan kecemasan
(Husss dan Roosli, 2006) atau berupa keluhan : sakit kepala (headache), pening
(dizzines), dan keletihan menahun (chronic fatigue syndrome) (Anies, 2003)
Pada umumnya,
perubahan gambar darah termasuk penyimpangan kecil dari norma individual,
tetapi nilai umumnya masih dalam norma fisiologis. Sedangkan penelitian
Qadrijati (2002) tentang pancaran SUTET pada penduduk yang bermukim di bawahnya
menunjukkan adanya perubahan jumlah lekosit dan gambaran limfosit meskipun
secara statistik tidak bermakna.
Hasil Penelitian
Tentang Efek Radiasi Gelombang Radio
Dari beberapa
literature hasil penelitian, ada beberapa dampak negatif yang bisa ditimbulkan
akibat radiasi yang berlebihan dari ponsel dan menara BTS [3]:
1. Risiko kanker otak pada anak-anak dan
remaja meningkat 400 persen akibat penggunaan ponsel. Makin muda usia pengguna,
makin besar dampak yang ditimbulkan oleh radiasi ponsel.
2. `Bukan hanya pada anak dan remaja, pada
orang dewasa radiasi ponsel juga berbahaya. Penggunaan ponsel 30 menit/hari
selama 10 tahun dapat meningkatkan risiko kanker otak dan acoustic neuroma
(sejenis tumor otak yang bisa menyebabkan tuli).
3. Radiasi ponsel juga berbahaya bagi
kesuburan pria. Menurut penelitian, penggunaan ponsel yang berlebihan bisa
menurunkan jumlah sperma hingga 30 persen.
4. Frekuensi radio pada ponsel bisa
menyebabkan perubahan pada DNA manusia dan membentuk radikal bebas di dalam
tubuh. Radikal bebas merupakan karsinogen atau senyawa yang dapat memicu
kanker.
5. Frekuensi radio pada ponsel juga
mempengaruhi kinerja alat-alat penunjang kehidupan (live saving gadget) seperti
alat pacu jantung. Akibatnya bisa meningkatkan risiko kematian mendadak.
6. Sebuah penelitian membuktikan produksi
homon stres kortisol meningkat pada penggunaan ponsel dalam durasi yang
panjang. Peningkatan kadar stres merupakan salah satu bentuk respons penolakan
tubuh terhadap hal-hal yang membahayakan kesehatan.
7. Medan elektromagnet di sekitar menara
BTS dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh. Akibatnya tubuh lebih sering
mengalami reaksi alergi seperti ruam dan gatal-gatal.
8. Penggunaan ponsel lebih dari 30
menit/hari selama 4 tahun bisa memicu hilang pendengaran (tuli). Radiasi ponsel
yang terus menerus bisa memicu tinnitus (telinga berdenging) dan kerusakan sel
rambut yang merupakan sensor audio pada organ pendengaran.
9. Akibat pemakaian ponsel yang berlebihan,
frekuensi radio yang digunakan (900 MHz, 1800 MHz and 2450 MHz) dapat
meningkatkan temperatur di lapisan mata sehingga memicu kerusakan kornea.
10. Emisi dan radiasi ponsel bisa menurunkan
kekebalan tubuh karena mengurangi produksi melatonin. Dalam jangka panjang,
kondisi ini dapat mempengaruhi kesehatan tulang dan persendian serta memicu
rematik.
11. Risiko kanker di kelenjar air ludah
meningkat akibat penggunaan ponsel secara berlebihan.
12. Medan magnetik di sekitar ponsel yang
menyala bisa memicu kerusakan sistem syaraf yang berdampak pada gangguan tidur.
Dalam jangka panjang kerusakan itu dapat mempercepat kepikunan.
13. Medan elektromagnetik di sekitar BTS
juga berdampak pada lingkungan hidup. Burung dan lebah menjadi sering mengalami
disorientasi atau kehilangan arah sehingga mudah stres karena tidak bisa
menemukan arah pulang menuju ke sarang.
Berdasar penelitian
WHO dan Fakultas Teknik UGM, pada pancaran gelombang dari BTS tidak terdapat radiasi yang membahayakan kesehatan manusia.
Level batas radiasi yang diperbolehkan menurut standar yang dikeluarkan WHO
(World Health Organization) masing-masing 4,5 Watt/m2 untuk perangkat yang
menggunakan frekuensi 900 MHz dan 9 Watt/m2 untuk 1.800 MHz. Sementara itu,
standar yang dikeluarkan IEEE C95.1-1991 malah lebih tinggi lagi, yakni 6
Watt/m2 untuk frekuensi 900 MHz dan 12 watt/m2 untuk perangkat berfrekuensi
1.800 MHz.
Umumnya, radiasi yang
dihasilkan perangkat-perangkat yang digunakan operator seluler tidak saja di
Indonesia, tapi juga seluruh dunia, masih jauh di bawah ambang batas standar
sehingga relatif aman.Sejauh ini protes dan kekhawatir masyarakat terhadap
dampak radiasi gelombang elektromagnetik yang dihasilkan perangkat
telekomunikasi seluler lebih banyak datang dari mereka yang tinggal di sekitar
tower BTS (base transceiver station).
Sejauh ini belum ada
satu pun keluhan atau kekhawatiran akan dampak radiasi itu yang datang dari
para pengguna telefon seluler. Padahal, jika dihitung-hitung, besarnya daya
radiasi yang dihasilkan pesawat telepon seluler jauh lebih besar daripada
radiasi tower BTS. Memang betul, daya dari frekuensi pesawat handphone sangat
kecil, tapi karena jaraknya demikian dekat dengan tubuh kita, dampaknya jauh
lebih besar.Pernyataan tersebut didasarkan atas hasil perhitungan menggunakan
rumus yang berlaku dalam menghitung besaran radiasi.
Misalnya saja, pada
tower BTS dengan frekuensi 1800 MHz daya yang digunakan rata-rata 20 Watt dan
pada frekuensi 900 MHz 40 Watt, sedangkan pesawat handphone dengan frekuensi
1.800 MHz menggunakan daya sebesar 1 Watt dan yang 900 MHz dayanya 2 Watt.
Berdasarkan hasil
perhitungan, pada jarak 1 meter (jalur pita pancar utama), tower BTS dengan
frekuensi 1.800 MHz mengasilkan total daya radiasi sebesar 9,5 W/m2 dan pada
jarak 12 meter akan menghasilkan total radiasi sebesar 0,55 W/m2. Untuk kasus
tower yang memiliki tinggi 52 meter, berdasarkan hasil perhitungan, akan
menghasilkan total radiasi sebesar 0,029 W/m2. Jadi, kalau melihat hasil
perhitungan demikian, sebenarnya angkanya sangat
kecil sehingga
orang yang tinggal di sekitar tower BTS cukup aman. Lagipula kalau tidak aman,
bisnis sektor telekomunikasi pasti akan ditinggalkan konsumen [3].
Frekuensi 900 MHz
|
Frekuensi 1800 MHz
|
|
Standar WHO
|
4,5 Watt/m2
|
9 Watt/m2
|
Standar IEEE C95.1-1991
|
6 Watt/m2
|
12 watt/m2
|
Radiasi BTS pada jarak 12m
|
±0.75 Watt/m2
|
0.55 Watt/m2
|
Gambar
3. Penangkal Petir pada Tower [3]
Pada Tower juga
dilengkapi dengan grounding atau system pentanahan, yang gunanya adalah
penangkap petir, dimana kalau terjadi petir maka yang duluan disambar adalah
kutub negative yang terdekat dengan awan atau ion positive , dimana pada puncak
tower dipasang finial dari tembaga dan dialirkan ketanah dengan kabel BCC,
sehingga aliran petir cepat mencapai tanah dan mengamankan daerah sekitarnya dari
sambaran petir, karena sifat dari arus listrik adalah mencari jalan tependek
mencapai tanah, dan hilang di netralisir oleh bumi.
Pencegahan Efek
Radiasi
Ada tiga upaya yang
dapat dilakukan untuk mengurangi pancaran radiasi elektromagnetik yaitu [3]:
- Meminimalkan
waktu pancaran, misalnya dengan tidak menggunakan handphone kalau tidak
perlu sekali, sebisa mungkin memanfaatkan layanan SMS dibanding telephone,
tidak mendekatkan handphone ke telinga sebelum panggilan tersambung,
persingkat percakapan, dan tidak menggunakan handphone sewaktu sinyal
lemah.
- Memaksimalkan
jarak dari sumber radiasi misalnya dengan menjauhkan handphone dari
kepala, menggunakan headset atau handsfree seefektif mungkin, dan tidak
menyimpan handphone di saku celana pada saat handphone dalam kondisi on.
- Mengurangi
radiasi itu sendiri, ditempuh dengan memilih handphone dengan level SAR
(Spesific Absorption Rate) yang rendah. Level SAR ini biasanya dicantumkan
dalam buku manual. ICNIRP (International Commission on Non-Ionizing Radiation
Protection) memberikan batas maksimal sebesar 2,0 W/kg. Sekedar contoh,
handphone Esia seri Fu memiliki level SAR 1,18 W/kg, sedangkan Nokia seri
N70 levelnya 0,95 W/kg. Atau dengan meminimalisir pemakaian handphone di
ruang tertutup dengan bahan logam atau baja, misalnya di dalam mobil.
- Mengkonsumsi
Antioksidan, radikal bebas bisa memicu terbentuknya kanker, melalui
sifatnya yang dapat menyebabkan kerusakan DNA. Antioksidan bisa berupa
mineral (mangan, seng, tembaga, selenium), beta karoten, vitamin C dan
vitamin E dari sayuran dan buah segar bersifat oposisi dengan radiasi
elektromagnetik dan juga asam dari softdrinks.
B. Dampak Menara Telekomunikasi Terhadap
Keselamatan Masyarakat Sekitar
Resiko tertimpa
runtuhan tower bagi masyarakat sekitar menjadi isu yang menjadi perhatian
pemerintah dalam membuat peraturan pembangunan tower di pemukiman. Isu radiasi
dan robohnya tower harus masuk dalam salah satu pasal dalam peraturan daerah.
Rasa aman dan nyaman masyarakat harus menjadi hal utama yang dipertimbangkan.
Peraturan eksisting dalam Peraturan Pemerintah, pemerintah telah mematok jarak
aman untuk radiasi, jarak minimum menara BTS dari perumahan, luas minimum
lahan, standar kontruksi dan hal-hal teknis maupun non teknis lainnya.
Secara teori,
jarak aman terdekat dengan BTS adalah sama dengan tinggi tower tersebut.
Katakan untuk tinggi tower 52 meter, maka jarak ideal bangunan terdekat dengan
tower pun harus 52 meter. Ini adalah perlindungan maksimal bangunan dari
kemungkinan terjadinya tower yang ambruk.
Direktorat Jendarl
Pos dan Telekomunikasi telah mengadakan pertemuan dengan Dinas Pekerjaan Umum,
Pemerintah Daerah, Operator dan Vendor untuk menyepakati rancangan draft
Peraturan tentang menara. Pemerintah memaparkan jarak aman menara, dimana untuk
tinggi menara maksimun 45 meter jarak dari pemukiman publik adalah 20 meter.
Bila peletakan dan pembangunan menara BTS di tempat komersial jarak
peletakannya ialah 10 meter dan 5 meter bila di daerah industri. Untuk menara
BTS dengan tinggi di atas 45 meter, jarak dari pemukiman minimum 30 meter, 15
meter bila di daerah komersial dan 10 meter bila di daerah industri.
C.
Dampak Menara Telekomunikasi Terhadap Tata Ruang Wilayah
Daerah urban
diperkotaan sekarang ini sudah berubah menjadi hutan-hutan tower sehingga tidak
sedikit kota yang tadinya tampak teratur dan tertata rapih menjadi terlihat
semerawut. Perluasan coverage area yang dilakukan oleh operator-operator baru
membawa dampak tercemarnya tata ruang wilayah di daerah-daerah urban. Hal ini
perlu diantisipasi oleh pemerintah daerah setempat dengan mencari titik optimal
antara pembatasan jumlah menara di satu sisi dengan pemenuhan kualitas layanan
telekomunikasi kepada masyarakat daerahnya. Oleh karena itu perlu
dipertimbangkan dalam peraturan daerah mengenai pengaturan optimal jarak ideal
dengan memperhitungkan link budget minimal kualitas layanan dan pengaturan
penggunaan menaa telekomunikasi bersama antara operator penyelenggara jasa
telekomunikasi. Hal ini diharapkan akan mampu mengurangi jumlah menara
telekomunikasi dengan tetap menjaga pemenuhan kebutuhan masyarakat akan
telekomunikasi [2].
Jarak antar BTS perlu
dibatasi agar penempatan BTS dapat dilakukan secara optimal agar dapat
memanfaatkan fungsi BTS secara maksimal. Untuk optimalisasi jaringan, operator
perlu memberikan jarak yang konsisten antar BTS, misalnya per 1,5 kilometer.
Tentu masalah jarak terkait dengan kepadatan trafik pelanggan di suatu daerah.
Umumnya di perkotaan yang padat pemukiman, operator lebih sulit untuk
menciptakan jarak yang konsisten antar BTS. Ini disebabkan tingkat kesulitan
untuk mendapat lahan tanah (green filed) yang pas. Untuk menyiasati
persoalan lahan, solusinya adalah gelar menara BTS di atas gedung bertingkat
(roof top). Sebagai informasi, Pemerintah Daerah DKI Jakarta sejak lima tahun
lalu sudah melarang pembangunan menara baru BTS di green field.
Tower Telekomunikasi
baik untuk pemancar Gelombang Micro Digital (GMD) maupun untuk BTS (Base
Transceiver System) pemancar HP. Untuk GMD biasanya memancarkan gelombang
elektromagnetik dengan frekuensi 4-7 Ghz, dimana antara antena pemancar dengan
antena penerima berjarak sekitar maksimum 60 Km dan harus LOS (Line Of Sight)
tidak ada penghalang yang menghalangi keduanya.
Jarak antar BTS
biasanya bergantung terhadap kepadatan penduduk, pengguna potensial dan
kapasitas BTS tersebut. Faktor ini yang biasanya mempengaruhi jarak antar BTS.
Di daerah pinggiran kota, BTS biasanya berjarak 1-2mil (2-3 km), sedangkan di
daerah perkotaan yang padat, BTS berjarak ¼ – ½ mil (400-800 m). Teknologi GSm
biasanya memiliki jangkauan maksimum 35 kilometer tetap (22 mil). Jika
menggunakan ponsel bertenaga rendah dalam medan datar berjarak 50-70 km, namun
dengan medan berbukit-bukit jarak maksimumnya bervariasi dari 5-8 km. Tower GSM
dapat menggantikan 3-80 km kabel jaringan nirkabel tetap.
Penghitungan jarak
antar BTS dengan menggunakan persamaan rugi-rugi ruang bebas (free space loss,
Lfs) dalam dB [4].
Lfs = 32.5 + 20 log(distance in km) + 20
log(frequency in MHz)
Sehingga misalnya
untuk frekuensi 1800 MHz pada jarak 7 km, path loss yang terjadi adalah sebesar
L = 32.5 + 20 log 7 +
20 log 1800 = 114.5 dB
Penentuan Jarak
antara BTS ini perlu DIATUR dengan lebih memperhatikan tata ruang di wilayah
yang bersangkutan. Begitu juga dengan jumlah tower, perlu di batasi dengan
mengoptimalkan penggunaan menara bersama dengan kesepakatan antar operator.
D.
Dampak Menara Telekomunikasi Terhadap PAD Pemerintah Daerah
Menara yang didirikan
tanpa izin atau dengan izin bodong sudah menjadi rahasia umum. Tahun 2009 di
Tasikmalaya, pemerintah daerah memerintahkan untuk membongkar 20% menara
telekomunikasi karena izinnya bermasalah. Di Ibukota Jakarta, hampir 25% proses
SITAC (site & acuisition) dari pembangunan menara bermasalah tetapi tower/
menara tetap didirikan. Hal ini tentunya akan membawa masalah dan berdampak
pada merugunya pemerintah daerah atas PAD (Pendapatan Asli Daerah) yang
seharusnya menjadi haknya. Penyelesaian masalah ini perlu ditindaklanjuti
dengan dituangkan dalam peraturan pemerintah daerah sehingga dampak pada
kerugian Negara dan daerah atas PAD bisa di cegah.
Dari isu-isu dan
dampak-dampak seperti yang disebutkan di atas yaitu kesehatan,
keamanan/kenyamanan, tata ruang dan hak PAD bagi daerah, maka sebaiknya perlu
dirancang suatu aturan (bisa dalam bentuk peraturan daerah) yang bisa
mengakomodasi dan mengatur tentang pembangunan dan pengendalian menara
telekomuniakasi demi kesejahteraan dan manfaat sebesar-besarnya bagi semua
pihak terkait, yaitu pemerintah, industri dan masyarakat.
Daftar Pustaka:
[1] Dwidjowijoto, Riant Nugroho, 2007, Analisis Kebijakan, Jakarta, Elex Media
Komputindo (dan referensi di dalamnya).
[2] Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri,
Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Komunikasi dan Informatika, dan
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, No 18, 7, 19, 3 Tahun 2009 Tentang
Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Bersama Menara Telekomunikasi.
[3] Kajian Akademik Raperda Kota Metro Tentang
Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi di Kota Metro, 2011.
[4] Freeman, R.L., “ TelecommunicationTransmission Handbook, 3rd “, JohnWilley &
Sons, 1991
Sumber: